Kedokteran Unpad Gratis:Tepatkah?
Kedokteran
merupakan salah satu program studi yang dikenal memiliki biaya kuliah mahal,
baik di perguruan tinggi negeri maupun swasta. Namun, tidak demikian halnya
dengan Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran yang justru menggratiskan
biaya pendidikan bagi mahasiswa baru program studi Sarjana Pendidikan Dokter
dan Pendidikan Dokter Spesialis.
Syarat untuk
mendapatkan pendidikan gratis ini yaitu lolos SNMPTN dan ujian SBMPTN. Selain
itu, ada syarat tambahan berupa perjanjian antara mahasiswa dengan Unpad berupa
kewajiban mengabdi di wilayah/instansi yang ditentukan setelah lulus menjadi
dokter nanti. Jika tidak, maka ijazahnya akan ditahan.
Menurut Rektor
Universitas Padjajaran, Tri Hanggono Achmad, kebijakan tersebut diambil demi
memenuhi kebutuhan dokter yang belum memadai dan belum terdistribusi dengan
merata di Jawa Barat. Selain itu, diduga masih banyak anak yang berpotensi
secara akademik, namun terbatasi secara ekonomi untuk berkuliah di kedokteran.
Beliau juga menambahkan bahwa pada mahasiswa kedokteran yang “bayar sendiri”, umumnya
masih ada kecenderungan untuk memilih praktek di kota-kota besar jika sudah
menjadi dokter nanti.
Berdasarkan
pemaparan beliau di atas, apakah alasan pengambilan kebijakan tersebut sudah
tepat?
Pertama, jumlah dokter belum terdistribusi dengan
merata di Jawa Barat. Berdasarkan Data dan Info Kesehatan Provinsi Jawa
Barat tahun 2014, terdapat 4.428 dokter umum di Jawa Barat, sedangkan
penduduknya berjumlah 46.300.543 jiwa. Itu berarti, terdapat 9,6 dokter umum
perseratus ribu penduduk. Dari segi jumlah, banyaknya dokter umum memang masih
belum mencapai target nasional, yaitu 48 dokter umum setiap seratus ribu
penduduk, seperti yang tercantum pada Kepmenkes No.81/Menkes/SK/I/2004 tentang
Perencanaan Sumber Daya Manusia Kesehatan di Tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota
serta Rumah Sakit. Selain itu, berdasarkan rasio dokter umum perseratus ribu
penduduk, rasio terbanyak terdapat di Kota Cierbon (43,9), Kota Sukabumi (2,2),
Kota Cimahi (25,1), Kota Bogor (24,0), Kota Bandung (22,3), Kota Banjar (21,8),
Kota Tasikmalaya (16,5), Kota Bekasi (13,1), dan Kota Depok (11,7). Selebihnya,
rasio yang lebih sedikit terdapat di wilayah Kabupaten. Hal ini menandakan
bahwa para dokter umum masih terpusat di kota-kota besar.
Kedua, mahasiswa kedokteran yang membayar sendiri
biaya kuliahnya (non-beasiswa) memiliki kecenderungan untuk memilih praktek di
kota besar. Berdasarkan hasil survey terhadap 94 mahasiswa Sarjana
Pendidikan Dokter Universitas Padjajaran angkatan 2014, sebanyak 31,9 persen
menyatakan bersedia mengabdi di wilayah pedesaan jika sudah menjadi dokter
kelak. Selebihnya, sejumlah 20,2 persen menyatakan belum bersedia dan 47,9
persen ragu-ragu. Alasan yang diungkapkan beragam. Mulai dari yang masih ingin
tinggal dekat dengan keluarga/kolega (70,3%), fasilitas kesehatan di perkotaan
lebih memadai (67,2%), lebih menyukai kehidupan perkotaan (23,4%), hingga
alasan lainnya (15,6%) seperti khawatir akan pendidikan anak, belum percaya
diri untuk praktek di pedesaan, kesempatan melanjutkan pendidikan lebih besar
jika praktek di perkotaan, dan lain-lain.
Sesuai dengan
pemaparan data dan hasil survei di atas, tidak dapat dipungkiri bahwa
distribusi dokter di Jawa Barat belum merata dan belum semua mahasiswa
kedokteran bersedia ditempatkan di daerah pedesaan, yang dalam hal ini jumlah
dokternya masih belum memadai. Sehingga, kebijakan untuk menggratiskan
pendidikan dokter dan dokter spesialis di Universitas Padjajaran merupakan
keputusan yang tepat. Hanya saja, pelaksanaannya harus diawasi agar kualitas
dokter dan dokter spesialis lulusan Universitas Padjajaran dapat tetap terjaga
dan bisa memberikan solusi atas permasalahan kesehatan yang ada.
__________________________________________________________________
Tulisan ini dibuat dalam rangka memenuhi syarat mendaftar Warta Kema Unpad
Comments
Post a Comment