Pertemuan Itu Telah Dia Rencanakan
Sesampainya di RSHS setelah selesai mengikuti program jejaring di puskesmas, saya bergegas mencari Instalasi Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) untuk mengambil uang infak Ramadhan. Bermodalkan ingatan yang pas-pasan ditambah dengan ke-sok-tahu-an, saya melangkah dengan percaya diri ke depan pintu masuk gedung Kenanga. Ternyata, instalasi yang berada di situ adalah Instalasi K3. Saya pun melanjutkan langkah ke arah muka RSHS (Jalan Pasteur), kembali dengan modal yang sama. Sudah berjalan cukup jauh, ternyata yang saya temukan adalah IPSRS (lupa kepanjangannya apa). Masih dengan percaya diri, saya memutar balik ke arah kanan, melewati gedung Fresia, barulah kali ini mencoba peruntungan dengan bertanya kepada satpam.
“Wah, nggak pernah denger. Itu salah ketik kali, maksudnya IPSRS,” jawab salah seorang di antara mereka. Temannya pun mengamini perkataannya. Saya yang mulai menurunkan ekspektasi terhadap kedua satpam ini akhirnya mengucap terima kasih dan berjalan kembali. Kali ini saya berbelok ke kanan, lalu ke kanan lagi, menemui dua orang satpam yang lain.
“Baru pernah denger,” sahut salah satunya. Begitu pun temannya, yang sama tidak tahunya. Saya pun diarahkan untuk kembali ke bagian muka RSHS untuk selanjutnya bertanya kepada satpam yang di sana. Dengan berat hati (dan berat kaki), saya ulangi lagi jalur yang pertama kali saya lewati tadi.
“Malu bertanya sesat di jalan.” Dari awal, ketika saya sudah sampai di sini (baca: bagian muka RSHS), sudah seharusnya saya bertanya kepada satpam yang ini. Mudah saja baginya menunjukkan instalasi SIRS yang dari tempatnya, hanya tinggal berjalan sekitar 20 langkah saja.
Singkat cerita, setelah mengambil uang infak, saya berjalan pulang menuju Cardiac Center dengan melewati Gedung Fresia. Entah apa yang membuat saya terhenti di depan pintu belakang Gedung Anggrek untuk sekadar membuka handphone dan mengecek chat yang masuk. Dari arah kedatangan saya tadi, tiba-tiba saya melihat sosok yang saya kenal. Sekian detik saya habiskan untuk memastikan bahwa beliaulah orangnya. Tidak banyak berubah dari terakhir kali saya bertemu sekitar bulan September tahun lalu. Masih dengan rambut yang disisir ke samping dengan bantuan pomade dan wajah yang ramah.
“Dokter Ilham!”
Saya tidak peduli apakah beliau masih ingat dengan saya atau tidak. Yang jelas, sosok beliau masih melekat kuat di ingatan saya. Seorang dokter umum di puskesmas tempat saya junior clerkship dahulu. Lulusan universitas swasta di Lampung. Sangat rendah hati, ramah, pintar, dan suka berbagi ilmu. Dulu, kalau puskesmas sedang tidak terlalu ramai, beliau baru akan memanggil pasien berikutnya setelah mengajari kami mengenai penyakit dari pasien sebelumnya. Saya pun ingat betul, dulu beliau mengutarakan keinginannya untuk menjadi residen ilmu penyakit dalam di Unpad. Dan jujur saya, ketika dokter puskesmas saya hari ini izin pergi ke RSHS untuk mendaftar residensi, saya langsung teringat dr. Ilham dan membayangkan apabila saya bisa bertemu lagi dengannya.
“Ngapain, Dok, di sini?”
“Main-main hehehe.”
“Mau daftar residen, Dok?”
“Iya hehe.”
“Wiih, ambil apa, Dok, jadinya?”
“Penyakit dalam hehe.”
Kemudian saya berjalan di samping beliau sambil bercengkrama tentang stase apa saya sekarang, bagaimana pekerjaannya di puskesmas, di mana teman-teman sekelompok saya yang dulu, dan harapan saya untuk bisa bertemu dengannya sebagai residen ketika saya stase IPD nanti. Percakapan pun harus berakhir karena saya harus berbelok ke Cardiac Center untuk pulang.
Entahlah, saya tidak bisa menggambarkan betapa senangnya saya bisa bertemu beliau dan mendegar kabar tersebut, sekalipun masih ada 5 ujian yang harus beliau lalui untuk bisa menjadi residen IPD. Rasanya orang seperti beliau pastinya akan menjadi konsulen yang hebat sekaligus rendah hati di masa mendatang. Uniknya lagi, impian yang dulu pernah beliau utarakan kepada kami, kini perlahan mulai direalisasikan. Semoga saja berhasil, Dok!
Masyaa Allah. Saya yang tadinya sempat kesal karena harus memutari setengah RSHS dengan bawaan yang cukup berat dan dismenore, justru menjadi bersyukur. Seandainya saja saya langsung bertanya ke satpam dan langsung masuk ke instalasi SIRS, tentu saya tidak akan bertemu dr. Ilham dan mendengar kabar bahagia tersebut. Memang, Allah sebaik-baik penyusun takdir :”)
Bandung, 18 Mei 2018
ASN
Comments
Post a Comment