I've Been Walking for Too Far
Ini H-4 SOOCA RPS. Hari di saat saya belum membaca 4 case, dan baru membuat (atau lebih tepatnya: menyalin) 3 concept map. Kepanikan juga tak sedikitpun datang kepada saya. Kembali, saya menyia-nyiakan waktu yang ada. Miris....
Sore itu, saya merasa lelah karena proses belajar saya yang tak kunjung selesai namun memakan banyak tenaga untuk duduk berlama-lama di lantai dingin. Lantas saya berbaring, memainkan handphone, berniat mencari hiburan. Saya memulai aksi stalking saya lagi dengan melakukan searching pada nama seorang senior yang saya kagumi. Saya berdecak kagum sekaligus merasa miris. Miris terhadap diri saya sendiri. Saya seolah membuka lagi luka lama pada ambisi-ambisi saya yang gagal di masa lalu.
Pertama, ia meraih nilai UN tertinggi dengan nilai-nilai per mata pelajaran yang begitu dahsyatnya. Saya pikir, dah aku mah apa atuh. Terlebih lagi UN SMA di masa saya, soal UN-nya memang tingkatannya dipersulit. Belum lagi, nilai UN-nya yang dahsyat sampai dimuat di beberapa situs berita online. Lalu saya merasa sangat kecil di sini....
Kedua, olimpiade biologi. Saya ingat betapa ambisiusnya saya sejak SD, SMP, dan SMA dalam mengikuti olimpiade IPA/biologi. Tapi nyatanya? Saat SMA saja, menembus peringkat 8 besar DKI Jakarta saja mustahil rasanya. Sesulit itu... Se-tidak-sampai-nya otak saya dengan pelajaran biologi tingkat tinggi itu. Sedangkan beliau? Beliau bahkan sudah tidak bermain di kancah nasional lagi... Sudah internasional, mendapat medali perak pula :") Betapa hebatnya beliau dan betapa rendahnya saya ini. Somehow, rasanya agak menyakitkan ya. Impian terbesar yang saya miliki, ternyata pernah diraih oleh seseorang yang kini saya kenal, yang bahkan belum saya kembalikan pulpennya...
Saya kembali merasa iri, sekaligus bertanya lagi kepada diri sendiri. Apa saja yang selama ini saya lakukan? Ke mana saja saya selama masa SD, SMP, dan khususnya SMA? Kenapa dulu saya tidak berusaha lebih? Kenapa dulu saya justru sibuk bermain? Sibuk pacaran mungkin? Atau sibuk mengurusi hal yang tidak penting? Kenapa dulu saya tidak memanfaatkan kesempatan dengan sebaik-baiknya?
Setelah beberapa pertanyaan-pertanyaan-yang-bernada-penyesalan itu muncul, saya mencoba melupakan sejenak masa lalu. At least, alhamdulillah dulu saya masih bisa menjadi juara kelas atau pun juara angkatan. Tapi sekarang? Saya jadi menapak tilas perjalanan saya selama kuliah di kedokteran ini. Apa saja yang sudah saya lakukan? Kenapa saya tidak seambisius dulu? Kenapa semangat belajar saya jauh berkurang? Bahkan, di saat-saat menjelang ujian ini, saya masih santai-santai saja?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut terus-menerus bermunculan hingga akhirnya, saya mempertanyakan lagi apa tujuan saya di sini. Saya bingung sendiri. Kalau secara teoritis, pastilah dapat saya jawab dengan: ingin membanggakan orang tua, ingin menolong orang, ingin menjadi dokter yang bermanfaat, dan lain-lain. Hanya saja, tujuan-tujuan teoritis itu belum cukup untuk menggetarkan hati saya yang membuat saya termotivasi untuk rajin belajar. Saya seolah kehilangan motivasi. Seperti mobil yang melaju dengan pelan, tapi tak tahu mau mengarahkan ban mobil ini ke mana.
Saya pun memutuskan untuk pergi sendiri, sekadar membeli makanan atau membeli sesuatu di luar, sambil mengumpulkan energi dalam kesendirian (well, I'm kinda introverted at this time). Tapi, karena ada surprise ulang tahun untuk teman yang semester depan akan pindah, maka saya justru ikut memberi kejutan.
Setelah kejutan berakhir, saya sedikit mengobrol dengan Eka, dan menceritakan mengenai hilangnya motivasi saya. Lalu dia menasehati saya. Intinya, kita harus berusaha dulu. Jangan menyerah sebelum berperang. Dan jika ingin mendapatkan bantuan dari Allah, kita harus memantaskan diri untuk mendapat bantuan itu.
Well, saya akhirnya kembali ke bale dan mandi. Saya mulai memotivasi diri saya sendiri. Saya berusaha mengingat-ingat lagi perjuangan saya dan orang tua saya, sampai akhirnya saya bisa berada di titik ini. Saya sadar, bahwa saya sudah berjalan teramat sangat jauh, dan saya tidak mungkin kembali lagi. Satu-satunya cara adalah dengan melanjutkan perjalanan. Hanya saja, saya harus melakukan beberapa perbaikan agar perjalanan terasa lebih nyaman, dan mendapat hasil yang lebih baik.
Kata Danlap Ichsan/Dudu saat OPPEK 2013, "Inspiration doesn't come from other people. It's in you." Kalau boleh saya tambahkan, "So does motivation."
Ya, akhirnya saya menyadari bahwa motivasi datangnya dari diri sendiri. Tidak lupa, saya yang sejak tadi seolah membutuhkan teman atau senior untuk berkeluh kesah, ternyata ada yang selalu ada untuk saya. Kapan pun. Baik dalam keadaan diri saya yang berlumur dosa, atau pun saat saya sedang dihujami pahala. Dialah Allah SWT. Tepat sekali di saat saya membaca postingan di timeline Line yang bertuliskan suatu terjemahan ayat Al-Qur'an, yang berbunyi "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu." Subhanallah... Allah sungguh Maha Penyayang, bukan? Sekali pun hamba-Nya penuh dosa seperti ini, Allah tetap menunggu kita untuk berdoa kepada-Nya. Ya Allah, rasanya hina sekali diri ini.... Ampuni dosa-dosa kami, dan perkenankanlah kami untuk mempersiapkan dan menghadapi ujian kami dengan sebaik mungkin, yaa Allah... Aamiiiin
Comments
Post a Comment