Dakwah itu Sederhana (2)

Hari itu hari Selasa, tanggal 13 Juni 2017. Tepat sehari setelah ujian SOOCA GIS-GUS. Tenggat pengumpulan skripsi--yang sebenarnya masih bulan depan, namun kami harus segera bimbingan sebelum libur lebaran--membuat kami tidak bisa berleha-leha begitu saja merayakan ujian yang telah usai (sekalipun masih ada satu ujian tertulis lagi, tapi karena SOOCA sudah berakhir, anggap saja ujian sudah berakhir pula). Begitupun saya, yang masih harus berkutat dengan hasil rekaman FGD, earphone, serta microsoft word dengan tabel tiga kali sekian yang setia menemani proses transkripsi (menyalin jawaban responden). 

Lelah yang dirasakan membuat saya memutuskan untuk merebahkan badan sejenak demi melemaskan otot-otot punggung dan pinggang yang sedari tadi berkontraksi tanpa relaksasi. Seperti biasa, di waktu santai seperti ini, tangan kanan sudah menjulur ke atas sembari memainkan gawai dan meluncurkan jari di laman Instagram.

Tiba-tiba, ada notifikasi pesan Line yang masuk. Oh, ternyata dari seorang teman yang memiliki tanggal lahir sama, namun berbeda dua tahun di bawah saya.

"Halo adinda. terimakasih sudah menghiasi timeline line ku dgn banyak post-post strangers yang edukatif yang engkau like wkwkwk terus like post-post yang bagus nyak, secara ga langsung kan bisa jd dakwah. nanti kita perpanjang lg dakwahnya:)"

Ah, saya langsung terenyuh. Ternyata, dakwah itu sederhana ya.

Saya langsung teringat pada sebuah postingan yang cukup viral di Line, yang menyatakan bahwa tidak ada gunanya berdakwah di Line atau di media sosial, karena menurutnya, sesungguhnya yang perlu didakwahi adalah orang-orang yang tidak terjangkau oleh media sosial, disertai beberapa alasan lain yang saya juga tak bisa mengingatnya.

Selama ini pun, saya hampir selalu menyukai ("like") atau membagikan ("share") setiap postingan dari akun official maupun akun pribadi yang saya anggap bermanfaat, informatif, maupun lucu. Dengan demikian, sebenarnya kita tidak pernah tahu kalau postingan lucu yang kita bagikan ternyata membangkitkan tawa pertama seseorang yang melihatnya setelah ia menangis seharian. Kita juga tidak pernah tahu ketika kita membagikan postingan yang mengajak kepada kebaikan, hati siapa yang akan tergerak untuk melakukan kebaikan itu juga. Kita tidak pernah tahu, bahwa jangan-jangan, hidayah dari Allah turun melalui perantara jari-jemari kita yang sesederhana menekan tombol "share", sehingga postingan tersebut membuat seseorang merenungi dosanya dan bertaubat setelahnya.

Maasyaa Allah, di era media sosial seperti ini, sebenarnya kita tinggal memilih: mau memanfaatkannya untuk keburukan atau kebaikan. Semua itu sudah sangat dipermudah oleh beragam teknologi canggih yang ada dalam genggaman. Yuk, kita maksimalisasi media sosial untuk menabung timbangan amal baik! Tapi ingat: patuhi etika bermedia sosial dan jangan asal membagikan sesuatu tanpa bertabayyun terlebih dahulu yaa!

“Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan, maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya” 
(HR. Muslim no. 1893)


Bandung, 23 September 2017
ASN 

Comments

Popular Posts