KKN: My First "Patients" -- Scabies

Kamis, 20 Juli 2017. Kegiatan di desa hari ini adalah balai pengobatan yang diadakan oleh Puskesmas Kecamatan Cigugur, dibantu oleh petugas Poskesdes Campaka dan mahasiswa KKN di bidang kesehatan.

Begitu orang-orang puskesmas datang, seperti biasa, meja dan kursi disusun berdasarkan pos-pos-nya. Ada bagian pendaftaran, cek tekanan darah, anamnesis, dan pemberian obat. Kami, mahasiswa kesehatan (Neneng, Acah, Nadiya, Arin) membantu di bagian cek tensi/tekanan darah. Selebihnya, dilakukan oleh petugas puskesmas maupun bidan Desa Campaka.

Pasien pertama saya adalah anak perempuan usia sekitar 9 tahun (lupa sih) yang datang bersama ibu dan adiknya. Seperti biasa, saya meminta untuk menggulung lengan baju, meraba arteri brachialis, lalu memasangkan cuff. Begitu meraba arteri brachialis, saya merasa ada semacam grunjul-grunjul atau tekstur yang tidak rata pada kulitnya. Saya belum curiga apa-apa dan melanjutkan tindakan.

Sambil melakukan pengukuran, saya sambil menanyakan, "Sakit apa?" Tanpa bersuara, anak itu hanya menunjukkan telapak tangannya kepada saya. JENG JENG JENG! Sebagian telapak tangan kanannya sudah dipenuhi oleh tonjolan-tonjolan seperti bullae atau vesicle. Otak saya baru terkoneksi setelah menyadari kalau dari tadi sang ibu yang diperiksa di sebelah si anak, mengeluhkan penyakit kulit yang diderita sang ibu, yang kemungkinan ditularkan oleh sang anak. "Penyakit kulit ini menular dong," pikir saya. Terlebih lagi saya sudah melakukan kontak fisik dengan lesi kulit si anak. Dan tanpa proteksi diri seperti handscoon. Saya mendadak panik, tapi tetap mencoba memasang wajah datar seolah tidak terjadi apa-apa dan lanjut memberikan edukasi tentang personal hygiene.

Setelah sang anak dan ibu pergi, saya langsung mengambil hand sanitizer dari dalam tas lalu mencuci tangan dengan enam langkah. DUA KALI! Bahkan saya juga membersihkan diafragma stetoskop saya dan bagian cuff yang tadi menyentuh kulit si anak, khawatir dapat menularkan lebih lanjut ke orang-orang lain. Memang terkesan berlebihan, tapi ya beginilah. Masalah higienitas memang terlihat sepele, tapi bisa berdampak luas dan pada kasus tertentu, bisa fatal.

Sumpah, ini adalah pengalaman yang tidak akan pernah saya lupakan! Baru saja mendapat pasien pertama, tapi sudah dapat yang "unik" begini. Alhamdulillah, ternyata skabies yang kemungkinan di derita si anak dan ibu, menular apabila terjadi kontak yang intens dan terus-menerus. Jadi sebenarnya saya tidak perlu se-khawatir itu hahaha. 

Selebihnya, keluhan yang dirasakan pasien-pasien lainnya bermacam-macam. Hanya saja, saya tidak terlalu mendapatkan banyak pasien karena posisi duduk saya yang kurang strategis. Tapi, ada beberapa hal yang membuat saya miris dengan diri sendiri. Pertama, saya tidak bisa bahasa Sunda, sedangkan seratus persen warga Desa Campaka adalah orang Sunda dengan bahasa sehari-hari bahasa Sunda halus, dan tidak semua mampu berbahasa Indonesia dengan fasih. Kedua, ilmu saya masih kurang luas dan dalam. Kedua hal tersebut yang kadang membuat saya merasa kurang puas dalam melakukan anamnesis, membuat diagnosis banding dari hasil anamnesis, apalagi melakukan edukasi. Ya, memang yang namanya belajar ilmu kedokteran itu memang harus semur hidup ya. Bismillah, semoga selanjutnya, saya bisa lebih banyak belajar untuk memberikan lebih banyak manfaat kepada lebih banyak orang di masa mendatang! :)

Comments

Popular Posts