KKN: Best Things are Unexpected
Begitu memilih Kecamatan Pangandaran, yang terlintas di benak semua orang adalah pantai. Termasuk saya, yang sudah merindukan kembali untuk bermain dengan deru ombak dan desir pasir yang mengalir di sela-sela kaki kala air pasang. Begitu pula teman-teman KKN saya yang sama-sama clueless saat memilih Desa Campaka, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Pangandaran.
Singkat cerita ke saat kedatangan~
Rabu, 12 Juli 2017. Sesampainya di Kecamatan Cigugur, kami diturunkan di depan kantor kecamatan, karena bus kami tidak bisa masuk ke desa. Kami pun sempat terlunta-lunta beberapa jam menunggu kedatangan kolbak. Waktu kami habiskan dengan makan bakso terdekat, mengobrol antara satu dengan yang lainnya, sekalipun saya lebih banyak diam dan menjadi pendengar. Setelah dosen pembimbing lapangan (DPL) kami pulang, salah satu dari kami, Mirda mengatakan, "Kita sekarang ngga ada orang dewasanya." Lalu dijawab oleh yang lain, seolah kami semua yang rata-rata berusia 20 tahun ini belum dewasa. Dan muncul-lah satu statement lagi dari Nadiya yang menyebut Fauzi sebagai orang dewasa karena badannya yang tinggi, tampilan seperti orang dewasa, dan merokok hahaha.
Kami lanjut menanti kolbak. Berkali-kali kolbak yang berjalan ke arah kami pun, kami kira akan menjemput kami. Tapi, semua itu ternyata hanya harapan kosong. Hikmah pertama yang saya dapat adalah: jangan berekspektasi terlalu tinggi.
Malam sudah mulai datang dan langit semakin gelap. Kolbak yang ditunggu-tunggu pun akhirnya datang. Kami langsung memasukkan barang-barang di kolbak yang satu ditambah tiga orang yang menjaga barang-barang kami. Sisa delapan belas orang lagi menaiki kolbak yang satunya.
Perjalanan pun dimulai. Tak disangka dan tak terbayangkan sebelumnya kalau kami akan menembus hutan belantara, jalanan tanpa penerangan dengan beragam belokan, tikungan, tanjakan, dan turunan, ditambah jarak yang tidak singkat. Tak disangka dan tak terbayangkan juga ketika penerangan mulai hilang, muncul penerangan lainnya yang begitu menakjubkan: bintang. Ya, ini pertama kalinya saya melihat bintang sebegitu banyaknya, bahkan sampai gugus-gugus galaksi Milky Way-nya terlihat! Masyaa Allah. Sepanjang jalan, saya hanya menengadah ke atas dan mengagumi ciptaan-Nya yang tidak pernah seumur-umur saya temui selama hidup di Jakarta maupun Jatinangor.
Dua hikmah lagi yang saya dapatkan: kesabaran itu berbuah manis dan keajaiban itu datang di waktu yang tepat! Coba bayangkan kalau kami tidak sabar dan langsung mencegat mobil kolbak lain yang searah, lalu kami pergi menuju desa di saat hari masih terang. Pasti kami tidak akan menemui taburan bintang yang se-tidak-bisa-dideskripsikan itu! Memang, kami harus lebih banyak bersyukur atas nikmat yang diberikan-Nya. Kalau misalnya kami memilih KKN di desa lain, belum tentu akan melihat semua itu :)
Sesampainya di desa, jangan lagi berharap hawa-hawa pantai yang selalu terlintas ketika mendengar kata "Pangandaran". Dengan ketinggian sekian ratus meter di atas permukaan laut, desa kami justru berada di daerah pegunungan. Sebuah desa yang masih asri, rindang, dingin, dilengkapi dengan keramahan warga yang masih begitu tulus dan menjaga kekeluargaan. Semua ke-random-an dalam memilih desa pun terbayarkan oleh segala keindahan yang mampu dijangkau oleh setiap indra :)
Singkat cerita ke saat kedatangan~
Rabu, 12 Juli 2017. Sesampainya di Kecamatan Cigugur, kami diturunkan di depan kantor kecamatan, karena bus kami tidak bisa masuk ke desa. Kami pun sempat terlunta-lunta beberapa jam menunggu kedatangan kolbak. Waktu kami habiskan dengan makan bakso terdekat, mengobrol antara satu dengan yang lainnya, sekalipun saya lebih banyak diam dan menjadi pendengar. Setelah dosen pembimbing lapangan (DPL) kami pulang, salah satu dari kami, Mirda mengatakan, "Kita sekarang ngga ada orang dewasanya." Lalu dijawab oleh yang lain, seolah kami semua yang rata-rata berusia 20 tahun ini belum dewasa. Dan muncul-lah satu statement lagi dari Nadiya yang menyebut Fauzi sebagai orang dewasa karena badannya yang tinggi, tampilan seperti orang dewasa, dan merokok hahaha.
Kami lanjut menanti kolbak. Berkali-kali kolbak yang berjalan ke arah kami pun, kami kira akan menjemput kami. Tapi, semua itu ternyata hanya harapan kosong. Hikmah pertama yang saya dapat adalah: jangan berekspektasi terlalu tinggi.
Malam sudah mulai datang dan langit semakin gelap. Kolbak yang ditunggu-tunggu pun akhirnya datang. Kami langsung memasukkan barang-barang di kolbak yang satu ditambah tiga orang yang menjaga barang-barang kami. Sisa delapan belas orang lagi menaiki kolbak yang satunya.
Perjalanan pun dimulai. Tak disangka dan tak terbayangkan sebelumnya kalau kami akan menembus hutan belantara, jalanan tanpa penerangan dengan beragam belokan, tikungan, tanjakan, dan turunan, ditambah jarak yang tidak singkat. Tak disangka dan tak terbayangkan juga ketika penerangan mulai hilang, muncul penerangan lainnya yang begitu menakjubkan: bintang. Ya, ini pertama kalinya saya melihat bintang sebegitu banyaknya, bahkan sampai gugus-gugus galaksi Milky Way-nya terlihat! Masyaa Allah. Sepanjang jalan, saya hanya menengadah ke atas dan mengagumi ciptaan-Nya yang tidak pernah seumur-umur saya temui selama hidup di Jakarta maupun Jatinangor.
Dua hikmah lagi yang saya dapatkan: kesabaran itu berbuah manis dan keajaiban itu datang di waktu yang tepat! Coba bayangkan kalau kami tidak sabar dan langsung mencegat mobil kolbak lain yang searah, lalu kami pergi menuju desa di saat hari masih terang. Pasti kami tidak akan menemui taburan bintang yang se-tidak-bisa-dideskripsikan itu! Memang, kami harus lebih banyak bersyukur atas nikmat yang diberikan-Nya. Kalau misalnya kami memilih KKN di desa lain, belum tentu akan melihat semua itu :)
Sesampainya di desa, jangan lagi berharap hawa-hawa pantai yang selalu terlintas ketika mendengar kata "Pangandaran". Dengan ketinggian sekian ratus meter di atas permukaan laut, desa kami justru berada di daerah pegunungan. Sebuah desa yang masih asri, rindang, dingin, dilengkapi dengan keramahan warga yang masih begitu tulus dan menjaga kekeluargaan. Semua ke-random-an dalam memilih desa pun terbayarkan oleh segala keindahan yang mampu dijangkau oleh setiap indra :)
Comments
Post a Comment