Tentang Hidup, Jejak Langkah, dan Mimpi
Hidup tak sesederhana target-target yang akhirnya tercapai maupun pencarian yang pada akhirnya ditemukan. Hidup sejatinya adalah sebuah perjalanan, bukan sebuah destinasi. Hidup adalah persinggahan. Kita akan terus berjalan, lalu berhenti sejenak untuk beristirahat, kemudian melanjutkan perjalanan hingga sampai pada tujuan akhir yaitu kematian. Yang jelas, kita tidak akan pernah berjalan mundur.
Pertanyaannya: apa saja yang akan kita lakukan sebelum kita mencapai tujuan akhir tersebut?
Kadang, saat berjalan dalam kehidupan, kita bisa sesekali menoleh ke belakang. Untuk sekadar menyusuri langkah-langkah yang telah terjejak. Semua hal-yang-di-belakang-itu-lah, yang menjadikan kita, kita, di saat ini.
Bicara tentang langkah yang terjejak, masih terekam jelas perjuangan selama tiga tahun yang ditempuh begitu kerasnya demi menduduki satu kursi di suatu fakultas impian di suatu universitas tertentu. Adanya suatu impian yang begitu jelas dan spesifik inilah yang terus memacu diri untuk memaksimalisasi potensi yang ada, mengerahkan segala upaya yang mampu dilakukan, serta merutinkan berbagai cara demi merayu-Nya menetapkan takdir itu pada diri.
Selepas impian yang telah diusahakan mati-matian itu tercapai, hidup seolah menjadi stagnan. Terlalu terlena akan “kepastian” yang sebenarnya tidak se-pasti-itu, karena belum terbayang tantangan apa yang akan dihadapi di masa setelah “kepastian” itu datang.
Mengawali titian impian dengan adaptasi berlapis dan beribu percobaan dan kegagalan. Mulai mengerti beragam tata cara dan trik untuk bertahan. Lalu mulai mengeksplorasi diri akan berbagai hal yang entah apa dampaknya terhadap masa yang ada di depan sana.
Kosong. Hilang arah. Melangkah tanpa tujuan pasti.
Mencoba bangkit. Masih mencari suatu hal yang katanya, bisa membuat kita melakukannya terus-menerus tanpa merasa lelah dan bosan. Passion, katanya. Setelah melalui berbagai fluktuasi hidup dan perenungan acak, akhirnya ditemukan juga.
Sehabis menemukan passion, dikira semuanya sudah selesai. Sudah cukup untuk memacu diri kembali berlari maju ke depan. Namun, kembali lagi. Kosong. Hilang arah. Melangkah tanpa tujuan pasti.
Tak ada lagi mimpi-mimpi yang selalu tertambat dalam sujud dan tervisualisasi dalam alam khayal. Ya, masa setelah “kepastian” itu yang masih keruh dan buram. Tidak ada bayangan yang tampak.
Secercah cahaya pun datang. Mereka yang terlebih dahulu menjejaki langkah hidupnya, pun memunculkan inspirasi dan motivasi untuk bisa melangkahkan kaki menuju dunia yang sama. Dunia yang ada di luar sana. Yang menjadi impian. Yang sepatutnya diselipkan dalam setiap sujud. Yang selayaknya divisualisasikan dalam setiap alam khayal.
Dunia itulah, yang sesungguhnya hanyalah tempat persinggahan sementara, sebelum melaju ke tahap selanjutnya, yang mungkin masih belum terpikirkan saat ini. Namun, dunia itulah yang akan menjadi jiwa untuk setiap gerak.
Selamat merangkai mimpi, selamat mengejar mimpi!
Jatinangor, 15 Juni 2017.Saya, Adinda Syarifah Noor, memiliki ketertarikan di bidang jurnalistik, perilaku manusia, dan komunikasi/promosi kesehatan.Saya bercita-cita untuk mengambil magister di bidang Behavioral Science, Radboud University, Nijmegen, Belanda.Saya bercita-cita untuk mengambil master di bidang Science and Medical Journalism, University of North Carolina, Amerika Serikat.
Bismillaahirrahmaanirrahiim.
“Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu.”(QS. Ghafir: 60)
Comments
Post a Comment