2nd SOOCA: Kado Akhir Tahun

Prolog:
Hari yang ditunggu-tunggu akhirnya datang juga. Atau mungkin ada yang ingin hari ini segera berakhir? Well, alhamdulillah, saya sendiri, sama sekali tidak stres dan tidak panik 'menyambut' hari ini. Entahlah. Mungkin karena tidak ada case yang saya lepas kali ini. Atau mungkin karena saya defisiensi hormon yang menyebabkan stres. Atau mungkin reseptor hormon stres saya sudah resisten? Atau mungkin stimulus stresnya yang kurang? Ah, kalau yang terakhir sih nggak mungkin ya.  Yang jelas, yang namanya stres itu pasti ada, karena kita sebagai manusia tidak pernah terlepas dari masalah. Tapi, yang terpenting adalah bagaimana cara kita menghadapi rasa stres dan masalah yang datang.

Jadi, ini adalah SOOCA kedua yang saya dan PROXIMA alami (bagi yang masih belum tau apa itu SOOCA, mungkin bisa baca di sini). Case yang akan diujikan, masih berjumlah 8 case. Sangat sedikit bila dibandingkan dengan jumlah case di semester 2, tahun kedua dan seterusnya yang bisa mencapai belasan atau dua puluh lebih case.  Dan case-case tersebut adalah:
1. Carbuncle (Acute Inflammation)
2. Pneumonia (Bacterial Infection)
3. Ascariasis & Enterobiasis
4. Hepatitis B (Chronic Inflammation)
5. Hemolytic Disease of Newborn
6. Diabetes Mellitus
7. Hypoglicemia due to Adverse Effect of Glibenclamide
8. Drug Eruption due to Amphicilin Hypersensitivity

Rabu, 31 Desember 2014. Pagi ini dimulai dengan alarm yang membangunkan saya pukul 4. Saya lantas sholat subuh, dan mempelajari case Hepatitis yang belum saya hafalkan sama sekali, dilanjutkan dengan case Drug Eruption. Entah kenapa, sejak kemarin, saya seolah mendapat waham kalau saya akan mendapat case 4 yaitu Hepatitis. Dan firasat itu semakin kuat karena saya terus-menerus penasaran dan ingin mengulang case 4 lagi.

Karena bale mart kemarin tiba-tiba tutup di saat stok makanan saya habis, saya pun tidak punya apa-apa untuk sarapan pagi ini. Saya pun sms BKI dan memesan makanan. Saya kalap. Saya berfikir kalau nanti saya akan menunggu lama sampai siang dan akan kelaparan. Saya pesan nasi sarden, nasi ayam suir, milo dingin 2, dan roti bakar coklat 2...... Kalap banget :"(

Sekitar jam 5, saya mandi, dan mengenakan baju kemeja berwarna soft pink yang bersejarah (yang saya pakai sewaktu penutupan OPPEK dan Mabim Super Day) dan sudah saya setrika semalam, dengan bawahan rok hitam panjang. Saya masih berusaha menghafal setiap concept map dan brainstorming yang ada. Mendekati jam 6, delivery BKI belum sampai juga. Bahkan sms saya belum dibalas. Akhirnya, saya tinggal delivery saya... Saya pun beli sarapan di bale cafe, dan pergi ke kampus bersama Nina. Saya sms mama saya dan meminta doa. Saya juga pamit dengan Bu Wulan selaku ibu asrama.

Sepanjang perjalanan menuju kampus, jalanan sepi... Sepertinya mahasiswa lain sudah libur. Sepertinya kampus Unpad hanya milik kami, para mahasiswa kedokteran :( 

Begitu sampai di FK, anak-anak lain masih di bawah dan belum naik ke C6.3. Akhirnya kami duduk-duduk dulu di C6.1, baca-baca draft SOOCA dan makan, sampai akhirnya kami dipersilakan naik ke atas, ke lapangan futsal yang sudah bagaikan "Padang Mahsyar" di waktu SOOCA. Saya dan Nina langsung mencari tempat duduk di pinggir kanan, dan mulai membaca-baca draft lagi. Saya masih dengan firasat dan waham yang entah dari mana datangnya. Saya baca lagi case 4 mulai dari brainstorming, concept map dan basic science-nya. Saya begitu yakin akan dapat case 4, dan dari dalam diri saya pun, tidak ada denial sama sekali.

Kloter pertama dipanggil sekitar jam 7. Khusus SOOCA kali ini, katanya pengujinya banyak, jadi SOOCA-nya tidak akan sampai sore. Ya, mungkin para dosen juga ingin ber-tahun-baru-an... Bagitu nama mereka dipanggil satu persatu secara random, saya mulai palpitasi sedikit. Antara waswas karena nama saya kemungkinan dipanggil, dan juga bilang "Waah" ketika salah satu teman saya yang dipanggil namanya. Momen-momen menegangkan seperti ini memang tidak akan ditemukan dalam ujian-ujian lain. Hanya SOOCA yang punya :)) Dan akhirnya, mereka digiring ke ruang isolasi dengan riuh tepuk tangan dari kami, bagaikan melepas mereka ke medan perjuangan...

Saya melanjutkan baca draft flipchart dan makan. Sekitar 8, kloter kedua dipanggil. Saya yang lagi asik makan, tiba-tiba mendengar "Adinda Syarifah Noor". Karena malas menenteng-nenteng styrofoam, saya tinggal deh di kursi.. Saya pun berjalan dan berbaris di depan, sesuai dengan nomor urutan. Kemudian kami digiring ke ruang isolasi kedua yaitu Lab Anatomi C4.1. Perjalanan ke C4.1 entah kenapa terasa sangat jauh. Saya hanya bisa memanjatkan doa selama perjalanan.

Di C4.1, kami semua kembali belajar, dan ternyata saya satu kloter dengan Alfi. Saya masih merasa sangat yakin dengan case 4, sedangkan Alfi punya firasat kuat dengan case 6, dan dia memang berdoa agar dapat case 6. Tiba-tiba draft flipchart case 4 saya jatuh... Apa mungkin itu pertanda? Terlepas itu pertanda atau bukan, saya pun kembali mengingat-ngingat concept map, dan meminta Alfi menceritakan tentang examination of other body fluids (CSF, synovial fluid, pleural, pericardial, peritoneal fluid), salah satu LI di case 6 yang tidak ada hubungan sama sekali dengan case-_- Alfi pun menjelaskan banyak, tapi saya hanya mau menjelaskan cara pengambilan dan untuk memeriksa penyakit apa, seandainya saya mendapat case tersebut.

Tiba-tiba, seorang bapak-bapak yang tidak diketahui namanya (oleh saya) masuk dan meminta 1 orang sebagai volunteer untuk langsung SOOCA. Orang itu adalah Hapsari! Sewaktu dia keluar, Ojan, Natsir dkk langsung mengacungkan 3 jari ala-ala Katniss Everdeen. Setelah beberapa lama, diminta 9 orang lagi untuk naik, dan kali ini, saya keduluan anak Malaysia yang duduknya di depan. Saya pun melanjutkan belajar, dan karena dinginnya ruangan itu, saya sampai ke kamar mandi dua kali... Sampai kata Pak Usep, "Jangan tegang, Neng.." Nggak tegang kok, Pak, cuma beser aja hahaha.

"15 orang, ayo" Saya langsung gerak cepat bersama Alfi dan 13 orang lainnya, karena si bapak-bapak tadi menakuti kami dengan berkata "Kalo kemaren kejadian tuh di tahun 2 Pas siang, case-nya dirubah. Makanya pada pengen cepet-cepet mulainya. Kan enak kalo masih pagi, otak masih fresh." Well, sejujurnya saya agak nggak percaya dengan cerita bapak itu sih...

Lanjut. Kami naik ke atas dan masuk ke dalam ruangan dosen tutor. Di sana, kami berdoa, dipimpin oleh Bang Rezka. Setelah itu, rasanya saya nggak mau baca-baca lagi, Saya mau merelaksasikan pikiran dulu, karena begitu saya hitung, pulse rate saya saat itu adalah 108 bpm padahal batas atas nilai normal adalah 100 bpm... Saya juga seolah lupa dengan firasat case 4 saya, dan saya sudah benar-benar pasrah mau dapat case apa pun. Hanya saja, tiba-tiba pikiran yang agak mengganjal menggerakan saya untuk melihat sekilas tentang case 1 (Carbuncle) lagi. Saya baca sekilas, lalu saya kembali berdoa sendiri. Saya nggak minta case apa-apa. Saya cuma berdoa agar dimudahkan, dan saya benar-benar pasrah kali ini...

Seorang ibu dosen lab masuk, menyuruh kami keluar. Pertama, menaruh tas di koridor dan hanya membawa alat tulis atau spidol. Kedua, berbaris dan satu persatu mengambil 'kartu undian' di tangan Bu Anna. Saya dapat nomor 20, meja di sebelah kanan, barisan nomor 2 dari depan. Begitu saya lihat kertas soal, pertama kali saya recognize kata "glucose". Tapi saya mikir dulu, "Ini case apa?" Yang jelas, ini tidak sesuai firasat saya yaitu case 4. Begitu mencari-cari tulisan hitam yang di-bold di paling bawah, ternyata saya dapat case DIABETES MELLITUS TYPE 2. Yang pertama saya lakukan adalah menenangkan pikiran, dan membersihkan pikiran dari 7 case lainnya. Saya buka flipchart, saya tulis brainstorming concept map. Differential diagnosis-nya baru saya tulis 1, yaitu diabetes insipidus. Saya menulis sambil melihat ke kertas soal, karena ada beberapa sign and symptom yang dikurangi, contohnya di soal nggak ada kenaikan pulse rate dan polyphagia. Kemudian, saya lanjutkan final concept map-nya. Di sini, saya agak bingung alurnya, dan akhirnya saya buat seadanya, seingatnya, dan sebisanya. Intinya, cukup berbeda dengan yang saya buat di draft flipchart. Berikutnya, basic science. Alhamdulillah saya masih ingat dengan setiap LI, hanya saja di bagian urinalysis yang gross examination, saya masih ada yang lupa 2 poin. Alhamdulillah, waktunya masih tersisa 10 menit dan flipchart saya sudah selesai. Karena masih ada waktu, saya duduk dulu, mencoba mengingat kalau ada yang kurang. Saya tambah 1 lagi differential diagnosis saya yaitu urinary bladder disorder, dan saya lengkapi juga basic science saya. Baru deh, saya keluar dengan membawa 4 flipchart yang terlipat rapi.

Memasuki area ruang tutor C4.3 saya menunggu di depan ruang 20, di sisi kiri, nomor 3 dari ujung. Saya mengintip ke dalam. Saya lihat seorang dokter laki-laki yang sudah cukup berumur, berwajah oriental dan saya teringat beliau adalah dosen saya di simulasi tutorial sewaktu OPPEK hari ketiga. Setahu saya, dia orangnya baik. Saya cukup senang di sini. Saya lihat agak ke dalam lagi, tepat di sebelah beliau, ada dokter laki-laki juga. Agak memicingkan mata dan sedikit memiringkan kepala, akhirnya saya tau kalau itu adalah dokter Hendro!! Wah, saya bahagia sekali di sini. Raut muka saya pun langsung berubah, udah persis banget seperti emot :D

TEEEEEET

"Assalamu 'alaikum, boleh masuk, Dok?" Saya melangkah masuk dengan percaya diri dan senyum bahagia. "Ini, isi absen dulu," kata dokter berwajah oriental sambil menyerahkan kertas absen dan pulpen.

"Boleh ditempel flipchartnya, Dok?" Saya tempelkan cellotape di flipchart, flipchart saya tempelkan ke dinding. Di sini, tangan saya agak gemetaran dan sedikit grogi. Alhamdulillah, sang dokter berwajah oriental membantu menyobek cellotape, dan membantu menempelkannya pada flipchart saya. "Makasih banyak, Dok."

"Boleh saya mulai, Dok?"

"Assalamu 'alaikum wr. wb. Selamat pagi, Dok. Nama saya Adinda Syarifah Noor, NPM satu empat.. satu tiga kosong, satu tiga.. satu satu kosong, satu tiga kosong, satu sembilan delapan." Saking groginya, menyebut NPM saja salah...

Dokter Hendro yang mau makan risol (atau mungkin lumpia), pertama menawarkan makanan ke dokter berwajah oriental. Kemudian memegang risol (atau mungkin lumpia) itu dan mengangguk ke arah saya, dengan isyarat "Saya makan ya." dan saya yang lagi menjelaskan menjawab "Iya, Dok." Ini random abis.

Alhamdulillah, saya bisa menjelaskan dengan lancar dan tanpa nge-rap seperti SOOCA terdahulu. Saya menjelaskan dengan tenang, tapi agak grogi karena dokter Hendro melihat ke arah saya terus, jadinya mau nggak mau, saya harus eye-contact dengan beliau (disuruh dokter Trully supaya eye-contact sama dokternya). Sedangkan, sang dokter berwajah oriental lebih sering melihat ke arah flipchart saya sambil men-ceklis kertas pegangannya.

TEEEEEET

Saya masih menjelaskan BHP ketika bel berbunyi. Muka saya mendadak bingung. "Gimana ini, Dok?" "Ya, lanjutkan saja." "Jadi, masalah bioetik pada kasus ini ada pada Undang Undang Nomor 29 tahun 2004 pasal 47 ayat 1, di mana dokumen rekam medis merupakan milik dokter, tetapi pasien berhak untuk mengetahuinya. Kemudian, PHOP-nya adalah edukasi masyarakat mengenai prevensi dari penyakit diabetes." "Ya, cukup," kata dokter berwajah oriental. Saya pun keluar.

Selama menunggu di luar, rasanya bersyukur sekali bisa menyelesaikan flipchart, mempresentasikan dengan cukup baik (menurut saya sendiri) dan mendapat dokter penguji yang baik pula. Saya sempat mengobrol dengan Al yang mendapat case HDN dengan penguji dokter Arifin, sampai akhirnya dia dipanggil masuk. Nggak lama, saya juga dipanggil masuk.

"Ya, silakan duduk dulu Adinda." Adinda duduk. "Ya, setelah kamu menjelaskan dengan panjang lebar tinggi...oh ngga ya hahaha *ceritanya mau ngelucu* Iya. Kamu secara umum udah bagus ya. Kamu tadi udah menjelaskan semua, tapi mungkin masih ada yang perlu ditambahkan," kata dokter Hendro. "Kamu bagus ya, ngga ketuker antara etiologi sama risk factor," lanjutnya sambil menunjuk brainstorming concept map saya.

"Apa sih insulin resistance itu?" tanya dokter berwajah oriental. Saya coba jelaskan sebisa saya.
"Kamu harusnya juga menambahkan tentang pemeriksaan buat diabetes mellitus itu sendiri, diambilnya dari cairan tubuh yang mana?"
"Urin, Dok. Sama darah."
"Nah, iya, di concept map kamu belum menulis bagaimana gula darahnya tinggi. Kamu baru nulis yang glukosa di urin aja," kata dokter berwajah oriental memberi koreksi.

Dokter berwajah oriental melanjutkan, "Terus, apakah kamu menduga ada diabetes mellitus dari polyuria-nya aja? Kan kamu kalo mau melakukan pemeriksaan lab, pasti bukan cuma dari volumenya, tapi lebih ke glukosuria-nya."
Dalam hati, "Iya juga ya."

Beliau melanjutkan, "Itu di PHOP-nya ada juga kan yang berhubungan dengan mengedukasi pasien tentang pemeriksaan lab. Coba kamu jelaskan."
"Iya, jadi kita harus mengedukasi pasien mengenai pemeriksaan lab, contohnya kalau pasien diharuskan untuk puasa selama 12 jam sebelum pemeriksaan, ya pasiennya harus puasa sesuai jam yang ditentukan. Nggak boleh kurang, Dok. Contohnya seperti pasien ini yang seharusnya puasa 12 jam tapi baru puasa 10 jam." <-- Sepertinya saya agak ngarang di bagian terakhir. Saya nggak terlalu merhatiin si pasien harus puasa berapa lama. Yang saya ingat cuma ada angka "10" di kertas soal...

Dokter berwajah oriental juga mengoreksi sedikit concept map saya. Kata beliau, "Ya, ini nanti akan kamu dalami lagi di tahun dua. Tapi secara umum, gambaran kasarnya sudah benar begitu. Cuma, supaya kamu nggak salah persepsi aja mengenai glikogen. Takutnya nanti kebawa sampe nanti."
"Iya, Dok," jawab saya sambil senyum-senyum. Ah, sumpah. Baik banget kedua dokter ini :))

"Disebutkan saja nilainya, Dok," kata dokter Hendro.
"Adinda, kamu lulus, dengan nilai sembilan puluh."

Raut muka saya seketika berubah. Saya sempat sedikit pesimis dengan nilai saya, gara-gara melirik ke kertas pegangan dokter berwajah oriental, dan tertera angka "79" di situ. Seketika senyuman lebar tersungging di bibir saya. "Makasih, Dok."

"Ya, silakan dicopot flipchart-nya. Habis itu dilipat ya." Saya pun melepas flipchart sambil diajak ngobrol oleh dokter Hendro. Beliau menanyakan asal SMA saya. Kemudian, saya kembali berterima kasih kepada kedua dokter yang sangat luar biasa itu, menyalami kedua dokter yang sangat murah hati itu, lalu pergi meninggalkan ruang 20 dengan teramat sangat bahagia...

Epilog:
Alhamdulillah, tahun 2014 ini ditutup dengan sangat manis dan indah. Semua ini semata-mata keberuntungan yang datangnya dari Allah SWT. Nggak kebayang rasanya kalau dosennya bukan dokter Hendro dan sang dokter berwajah oriental. Mungkin belum tentu nilai saya segitu. Yang jelas, saya sangat puas dan bersyukur dengan hasil yang saya dapat, terlebih lagi, ini kali pertama saya mendapat nilai A atau pun nilai berkepala 9 di FK Unpad, mengingat di transkrip nilai UTS saya kemarin baru ada nilai B dan C yang berkepala 6 dan 7. Tapi, kadang saya masih merasa kurang pantas untuk nilai ini. Jujur, usaha saya masih sangat kurang bila dibandingkan dengan yang lain, yang mungkin nilainya ada yang masih di bawah saya. Oleh karena itu, saya rasanya masih ingin berusaha lebih baik lagi untuk semester depan. Saya ingin lebih bisa mengatur waktu dan menyeimbangkan antara akademik dan nonakademik. Pokoknya, tetap semangaaaat PROXIMA!! Masih ada sisa Compre dan OSCE! Semoga kita semua lulus dengan nilai terbaiiiikkk~

Credits:
Terima kasih mama, papa, kakak, dan keluarga yang selalu mendukung dan mendoakan Dinda dari jauh sana. Terima kasih dokter Hendro dan dokter berwajah oriental. Terima kasih draft-nya Kang Nugi. Terima kasih draft-nya Tasya. Terima kasih draft-nya Gio Chafrina. Terima kasih concept map Gde. Terima kasih concept map Mbak Firda. Terima kasih brainstorming concept map dan penjelasan examination of other fluids Alfi. Terima kasih draft angkatan. Terima kasih draft orang lain yang mungkin Dinda lupa siapa. Terima kasih undang-undang BHP-nya, Nina. Terima kasih penyemangatnya, Teh Lulu, Kak Nadia, Kang Aryo, Teh Amal, Teh Sonia, Teh Bunga Vanadia, Bu Wulan. Terima kasih PROXIMA!

Comments

Popular Posts