Visus 1.0


Pengalaman-pengalaman yang terbayang ketika memasuki dunia koas adalah tentang betapa besarnya kuasa yang Dia tunjukkan kepada kita. Tentang betapa tipisnya lapisan pemisah antara hidup dan mati. Tentang bahagianya mereka yang merasa jauh lebih baik dan sehat setelah Dia sembuhkan melalui perantara tangan-tangan kita. Tentang kejadian-kejadian tak terduga dan tak terantisipasi yang mau tidak mau harus kita hadapi walau penuh caci maki.

Menjadi koas di bagian mata yang katanya ‘stase surga’ atau ‘stase istirahat’ dengan LO seorang residen dan perseptor dua orang konsulen yang semuanya sama-sama sibuk, mengakibatkan jarangnya interaksi antara kami dengan pasien. Terlebih lagi, sepertinya tidak terlalu banyak pasien yang memiliki penyakit sesuai dengan kompetensi kami, mengingat rumah sakit tempat kami bernaung selama tiga minggu ini adalah rumah sakit rujukan nasional khusus mata. Hal-hal tersebut menjadikan saya belum terpapar dengan pengalaman-pengalaman yang dulu saya bayangkan ketika memasuki dunia koas.

Tibalah hari Jumat di minggu pertama. Selepas lecture dengan konsulen oftalmologi klinis dari pukul sepuluh hingga sebelas, saya dan teman-teman makan siang di kantin rumah sakit. Walau makanan sudah habis, kami masih duduk-duduk cukup lama sambil berbincang tentang banyak hal, sampai akhirnya kami mendapat instruksi dari LO kami untuk menuju poli refraksi.

Singkat saja, di poli refraksi ternyata ada pasien wanita usia 18 tahun yang datang dengan keluhan pandangan mata yang buram semenjak dua bulan lalu. Ia mengaku sulit melihat ke arah papan tulis ketika sedang duduk di belakang kelas. Sebelumnya, ia sudah memakai kacamata, namun tetap saja penglihatannya buram.

Mudah sekali. Kami mendiagnosisnya miopia, dimana miopia-nya atau ‘minus’-nya bertambah. Sederhana saja, kami lakukan pemeriksaan visus dasar dengan Snellen chart yang di rumah sakit ini, sudah menggunakan proyektor yang tinggal dikendalikan dengan remote control. Pemeriksaan pun kami lakukan dari awal, kemudian perlahan-lahan menambahkan minus 0.25 setiap kali pasien mengaku huruf yang dilihatnya sudah mulai buram atau ketika interpretasinya tidak sesuai. 

Setelah berulang kali menambahkan kekuatan lensa ‘minus’, akhirnya sang pasien bisa membaca semua huruf dengan lancar! Spontan, saya tersenyum dengan lebar. Terharu rasanya, menyaksikan pasien saya yang tadinya melihat dengan buram, kini bisa melihat dengan jelas lagi hingga visusnya kembali menjadi 1.0 atau 6/6 dengan bantuan lensa yang sedari tadi saya tambahkan ke depan matanya.

Ternyata bahagia itu sederhana sekali ya. Padahal, yang dilakukan hanyalah pemeriksaan visus dasar dan mengoreksi visus. Tapi, dengan membantu pasien saya bisa melihat dengan normal lagi, rasanya luar biasa. Tanpa disadari, sesederhana meresepkan kacamata pun bisa memberi dampak yang cukup singnifikan terhadap kualitas hidup si pasien. Ah, jadi begini rasanya ‘menyembuhkan’ pasien ya. Setelah ini, saya jadi semakin bersemangat untuk berbuat lebih banyak dan bermanfaat kepada pasien-pasien saya nanti :)


Bandung, 25 Februari 2018
ASN

Comments

Popular Posts