Tujuh
Optimisme yang pernah tumbuh dan terbakar dengan asap yang begitu menggebu-gebu, kadangkala berubah menjadi pesimisme yang begitu redup dan kering. Semangat untuk memperbaiki, semangat untuk membangun, dan semangat untuk memimpin. Pernah kurasakan begitu ganasnya dan begitu panasnya mengalir cepat melalui pembuluh-pembuluh darahku. Kini, semangat itu seolah mulai menjinak, melunak, dan membekukan darah hingga ke ujung-ujung tungkai kaki.
Aku tak mengerti. Atau tak ingin mengerti. Tapi, aku menyadari sesuatu.
Seorang teman yang begitu hebat dan kukagumi menceritakan kisah pengalamannya. Ah, pengalaman itu… Pengalaman yang seharusnya kudapat juga, jika aku memasuki wadah yang sama sepertinya. Bukannya yang kujalani sekarang. Yang bahkan tak pernah masuk di kelima pilihanku dulu. Yang bahkan tak punya andil apa-apa terhadap cita-cita dan masa depanku, mungkin. Aku terjebak di sini. Terlanjur terjebak di sini. Tak bisa keluar. Tak punya pilihan. Tak ada yang bisa menggantikan.
Oh, jadi ini. Jadi ini yang membuatku seperti setengah hati. Masih merasa kurang bisa memberi manfaat. Masih merasa kurang bisa memimpin tujuh adik-adik yang berharap banyak dariku.
Setelah mendengar ceritanya, kuputuskan untuk keluar ruangan. Mencari tempat untuk mengadu entah kepada siapa. Menyendiri dan merenung tanpa arah. Meneteskan butir-butir yang membuat dada sesak, tapi setelahnya justru melegakan. Cukup menenangkan.
Aku kembali masuk ke ruangan itu. Dan salah satu adikku itu menghampiriku. Bertanya tentang sesuatu yang memang harusnya kuberitahu kepadanya.Ya, aku pun sadar. Mereka membutuhkanku. Begitupun aku membutuhkan mereka. Aku yang harus banyak belajar dari mereka. Bahkan pesimisme yang timbul setelah aku merasa gagal memimpin rapat, kini berubah menjadi optmisme yang sempurna. Lebih baik mencoba tapi gagal, dari pada gagal mencoba.
Kalau kata beliau di malam itu sih, “This is your last time to learn!”
Yes, it is our time, dear, Pemikat! Tujuh orang penyalur minat bakat yang aku sayangi. Adik-adik yang aku kasihi. Kalian sudah mendengar semua ceritaku, kan? Yang kuceritakan dengan tangan gemetar dan dingin, serta napas yang tertahan di dada. Kini kalian tau bahwa kalianlah yang menumbuhkan kembali optimisme itu.
Jadi, tolong, bantu aku untuk belajar. Kritik aku. Berikan saran-saran terbaik kalian. Jangan pernah diam. Teruslah berbicara yang baik, berpendapat dengan santun, dan teruslah bahagia. Bahagia kita bersama, tentunya.
Jatinangor, 15 Februari 2016
Comments
Post a Comment