Supermotile Day
Sabtu, 19 September 2015. Setelah tepar semalaman karena pawai FORSI kemarin (ALHAMDULILLAH FK JUARA 1), saya bangun jam 5, ketiduran, bangun jam setengah 6. Sholat, bikin spaghetti buat sarapan, mandi, beberes kamar, dan masih santai-santai dibandingkan anak-anak SCORE CIMSA FK Unpad yang lain. Mereka udah berangkat ke Eijkman dari jam setengah 7 untuk acara S.W.A.T (Skripsi Workshop and Training) minggu kedua (dari total 4 minggu). Saya sebagai kepala divisi publikasi dan dokumentasi, bertanggung jawab atas sertifikat yang harus diberikan kepada pemateri. Karena saya agak terlambat diberi tahu pemateri fix untuk hari ke-4, makanya sertifikat fix-nya baru selesai semalam. Yang mengerjakan adalah Teh Janan dan langsung beliau kirim ke e-mail Detik (tempat percetakan di Jatinangor, langganan CIMSA).
Awalnya saya mau ngeprint pagi-pagi di Detik, supaya jam 7-8 saya bisa langsung meminta tanda tangan Kang Raihan (Local Coordinator CIMSA FK Unpad) dan Kang Haidar (sementara mewakili Kang Irfan selaku Ketua Kema FK Unpad). Soalnya jam setengah 10 saya sudah harus berada di Eijkman untuk pemberian sertifikat kepada Kang Aang (FK Unpad 2010; salah satu pemateri). Eh, saya sms Detik, ternyata mereka baru buka jam 10.. Saya juga tanya apakah e-mail dari Teh Janan udah masuk, dan alhamdulillah sudah. Saya juga bilang kalau hari ini saya mau ke sana untuk ngeprint sertifikat itu.
Saya sempat janjian sama Kang Haidar jam 7.15 di Bale Santika, tapi terpaksa batal karena sertifikatnya juga belum ada kalau jam segitu. Yaa tapi karena Kang Haidar masih di sekitaran jalan raya Jatinangor, jadi yaa gampang lah ya buat minta tanda tangan, tinggal ketemuan di mana gitu. Sedangkan, Kang Raihan ikut anak SCORP dalam acara Jatinangor Peduli Sampah di Desa Mekargalih dan sudah berangkat sejak jam 7... Saya langsung bingung. Saya berkali-kali chat di grup para koordinator (PJ) S.W.A.T menunggu keputusan dari Mister selaku project officer (PO), antara harus ke Eijkman sekarang untuk melakukan tugas dokumentasi dan pemberian sertifikat menyusul, atau mengurusi sertifikat sampai selesai dan baru ke Eijkman. Terlebih lagi, anggota pubdok lainnya berhalangan hadir, jadi ya hari ini cuma saya anak pubdoknya. Akhirnya, Lilis sebagai wakil PO memerintahkan saya untuk mengurusi sertifikat terlebih dahulu dan alhamdulillah, Ka Ijor (logistik) sudah siap membawa kamera dan mem-back-up saya sebagai dokumenter... :")
Kesalahan pertama saya adalah berangkat tidak tepat waktu. Harusnya jam 10.00 sudah sampai di Detik, ini malah baru berangkat jam 10.20... Saya pun naik ojek ke Detik. Di sana, begitu saya bilang kalau file-nya sudah di-email-kan ke e-mail Detik, si Aa' nya bilang kalau modemnya lagi dibawa Aa' yang lain.. Huft. Saya coba Tethering dari HP saya, baik wireless maupun USB tethering, masih juga nggak bisa. Akhirnya, saya coba buka file yang di HP saya dari PC. Begitu gambarnya muncul dan saya bilang, "A', ini yang diprint ya," si Aa' langsung mengambil 2 kertas dan ngomong, "Oh, yang ini, Teh?" Alhamdulillaaah ternyata sertifikatnya sudah diprint bahkan sejak sebelum saya sampai :") Saya pun membayar 6 ribu dan lekas pergi ke arah gerlam.
Di gerlam, saya justru bertemu dengan Teh Janan, salah satu seksi pubdok yang berhalangan hadir karena menjadi juri seleksi Gunma. Ternyata, seleksinya justru diundur. Kami malah mengobrol sebentar dan Teh Janan menyarankan saya untuk bertemu Kang Haidar terlebih dahulu karena posisinya yang lebih dekat. Saya lantas mengirim sms dan chat ke Kang Haidar, menanyakan keberadaannya. Saya juga chat ke grup PH Hima menanyakan Kang Haidar. Sambil menunggu balasan, sambil beli kue cubit rasa pisang dan bubble gum yang di gerlam (promosi sedikit; titipan sponsor). Sambil menunggu balasan dan (setengah) matangnya kue cubit, saya bertanya ke si ibu penjual tentang bagaimana cara saya ke Desa Mekargalih.
Kue cubit (setengah) matang, saya bayar, dan saya putuskan untuk ke Desa Mekargalih terlebih dahulu. Saya naik angkot hijau ke arah Jalan Sayang~ Sepanjang perjalanan, ada 3 orang anak SMP yang ngobrol dengan Bahasa Sunda dan berisik banget dengan ketawa yang annoying... Begitu 2 orang turun dan tersisa 1 orang di dalam angkot, saya dalam hati rasanya mau bilang (ini ceritanya kayak di meme 9gag), "HAHAHA, YOU HAVE NO POWER HERE!" hahaha.
Berhubung dari tadi saya terus memperhatikan jalan dan takut nyasar, saya tanya ke ibu-ibu di depan saya, apakah Desa Mekargalih masih jauh atau malah terlewat. Si ibu malah tanya ke pak supir, dan pak supirnya malah nggak tau... Ujung-ujungnya, si ibu-ibu dan si pak supir malah ngobrol dengan Bahasa Sunda. Saya cuma bisa memasang wajah bodoh dan bingung :" Akhirnya, begitu bertemu dengan Jalan Raya Rancaekek, si pak supir bertanya ke orang di sana. Ternyata, dari situ tinggal belok kiri dan lurus. Saya mencoba mengingat sewaktu mabim pengabdian (tahun lalu di Desa Mekargalih juga), angkot kami turun di rumah makan. Saya ingatnya rumah makan ayam apa gitu, tapi saya justru menemukan rumah makan bakso apa gitu. Nggak jauh dari situ, saya menemukan gerbang bertuliskan Desa Mekargalih. Saya pun turun, dan bertanya ke bapak-bapak di warung, "Punten, Pak, Masjid Al-Ma'soem di mana ya?" karena Taza (anak SCORP yang lagi JPS) yang menyuruh saya ke sana. Ternyata, masih harus jalan sedikit dan masjidnya di pinggir jalan persis. Barulah ingatan saya muncul lagi soal Masjid Al-Ma'soem, meeting point dari semua kegiatan FK di Desa Mekargalih~
Begitu mulai masuk, langsung terlihat anak-anak FK (mostly SCORP CIMSA) berbaju hijau (kebanyakan). Kang Raihan sudah terlihat memakai kaos CIMSA. Dhana sepertinya agak kaget dan bertanya, "Adinda?" Semua orang juga terlihat kaget akan kedatangan saya. Saya langsung menuju Kang Raihan dan langsung meminta tanda tangan. Kata Kang Raihan, "Oh, cuma dua. Aku kira banyak (sertifikatnya)." Ya, karena yang 2 ini ada yang urgent harus diberikan hari ini... Khususnya untuk dr. M. Sopiyudin Dahlan, M. Epid, salah satu pemateri terkeren kami dari FK UI loooh~ (Seriously you can google his name and figure out how famous and how great he is)
Belum sempat 1 menit saya di Desa Mekargalih, saya langsung pergi lagi hahaha. Mau naik angkot, kata supir angkot hijau, "Kalo ke Unpad mah arah sana (arah sebaliknya), Neng. Ke belokan, naik angkot merah." Saya pun berjalan menuju belokan yang tadi, dan saya nggak nyangka kenapa jadi jauh jalannya-_- Bahkan ketika sampai di belokan, saya belum melihat angkot ke arah Jalan Sayang. Karena saya nggak juga menunggu, saya pun terus berjalan sampai akhirnya muncul juga si angkot hijau~
Saya turun di depan gang Kampung Geulis. Alhamdulillah, masih tersisa 1 abang ojek. Saya langsung naik minta diantar ke Domus. "Tunggu bentar ya, Pak. Habis ini saya mau pergi lagi." Saya bergegas masuk, naik ke atas, masuk kamar, ganti tas, ambil kamera, belum sempat ganti polo SCORE, akhirnya polonya dimasukkan ke tas, turun lagi, dan naik ojek lagi. Kali ini destinasinya ke Bale Santika untuk menemui Kang Haidar yang janjinya sudah di sana jam 12.
Seturunnya di depan BalSan, saya berniat membayar 20 ribu. Waktu buka dompet, saya kaget kok uang 20 ribu saya nggak ada, yang ada justru 10 ribuan. Saya baru ingat, uang 20 ribu nya saya pakai buat beli kue cubit... Saya tanya bapaknya, "Pak, berapa jadinya?" "Hmm berapa ya, Neng. 15 ribu deh." Yaa Allaah baik banget bapaknya... Biasanya saya suka suuzon sama tukang ojek karena mengira mereka bakal memberikan tarif yang irrasional, ternyata si bapak malah memberi tarif yang di bawah bayangan saya :") "Tapi saya nggak ada uang kecilm Pak" menjadi masalah baru yang alhamdulillah nggak jadi masalah karena si bapak punya kembalian... :") Terima kasih sudah mempermudah, yaa Allah :"")
Barangkali sekitar 5-10 menit saya menunggu Kang Haidar. Jam tangan sudah menunjukkan pukul 12 lewat. Tiba-tiba Kang Haidar muncul, tanda tangan, dan kembali lagi masuk ke dalam gedung BalSan. Dan saya mendadak bingung harus ke gerlam naik apa. Kesalahan kedua adalah, saya justru membiarkan si bapak ojek pulang... Duh, perceiving-nya keluar nih. Habisnya tadi saya pikir "Kasian kalo bapaknya nunggu lama" padahal mah saya bayar lebih juga kan ujung-ujungnya :( Akhirnya saya jalan menuju gerlam, dan itu jauuuuuhhhh.... Saya berharap ada ojek yang lewat, membunyikan klakson, dan bilang "Ojek, Neng?" tapi saya baru ingat kalau ini hari Sabtu dan nggak mungkin juga ada ojek yang berkeliaran. Jadilah saya berjalan ratusan meter dan setengah berlari sepanjang turunan cinta. Padahal, target saya, saya sudah harus sampai di Arnes jam 12.15. Tapi, jam tangan saya sudah menunjukkan pukul 12.20. Di satu sisi, saya sudah berfikir "I'm late." Di sisi lain hati saya, masih ada yang berkata, "No, I'm not going to be late. Masih bisa dateng tepat waktu!" Saya pun mempercayai sisi hati saya yang kedua dan tetap optimis bisa sampai jam 1 pas di Eijkman :")
Ojek ketiga! Ya, di gerlam saya naik ojek untuk menuju Arnes. Saking buru-burunya, saya udah keburu naik ke motor dan baru bertanya "Berapa, A'?" "20 ribu, Neng." Saya langsung kaget... Apalagi saya posisinya udah siap pergi banget. "Lah kok mahal banget?" "Iya, Neng, biasanya juga segitu." Ojeknya sudah mulai berjalan, dan saya masih berharap bisa menawar, paling tidak 10 ribu. Barulah si bapak supir ojek bilang, "Oh, Arnes ya, Neng? Saya pikir Primajasa.." Bapaknya kobam.... :"(
Selama perjalanan, si bapak nanya-nanya soal damri atau apalah. Pokoknya saya nggak terlalu mendengar dan iya-iya aja. Waktu sampai di Arnes, saya tanya lagi. "Berapa, A'?" Surprisingly, bapaknya bilang, "Terserah, Neng." di saat saya pikir bapaknya bakal minta 10 ribu. Tuh kan, saya suuzon lagi.... Alhamdulillah, Allah mempermudah lagi dengan bapak ojek sebaik beliau :")
Masuklah saya ke Arnes, beli tiket, dan duduk menunggu. Memang sungguh tak terduga nikmat Allah. Belum 5 menit duduk, Arnes-nya sudah mau berangkat... Alhamdulillah nggak perlu nunggu lama dan bisa lebih cepat sampai ke Eijkman :")
Alhamdulillah perjalanan menuju Bandung lancar, hanya saja kemacetan gerbang Tol Pasteur tidak bisa dihindari... Hampir setengah jam saya terjebak macet dan kepadatmerayapan Tol Pasteur. Banyak anak SCORE yang mulai ngechat saya, "Dinda di mana?" Dan akhirnya pun saya terlambat dari target awal yang mengharuskan saya sampai di Eijkman jam 1, ini justru sampai setengah 2. Mister sudah menunggu di depan RSHS untuk menjemput saya dengan motor, dan ternyata Arnes-nya nggak turun di depan RSHS gara-gara saya lupa bilang ke supirnya... Saya pun turun di Baltos dan segera chat Mister. Mister langung berangkat ke Baltos lamaaaaa banget sampainya. Setelah saya naik dan mengenakan helm, ternyata penyebab Mister datang lama adalah karena dia mengambil jalan lain untuk menghindari naik ke atas flyover... Saya bahkan sempat bertanya, "Ini kita mau ke mana sih?" dan Kang Viga pun berusaha menelpon saya via Line free call. Apalah daya ketika koneksi saya tidak cukup untuk menjawab panggilan itu... Kata Kang Viga, dokter Sopiyudin-nya sudah menunggu mobil di lobby :"
Sesampainya di Eijkman, alhamdulillah sang dokter UI masih ada di lobby... Saya langsung lari masuk ke dalam dan menyerahkan sertifikat itu kepada Teh Dina. Teh Dina langsung keluar dan memberikan sertifikat itu, sedangkan saya seperti tugas awal: mendokumentasikan. Yeayyy alhamdulillah usaha saya bolak balik Domus-Detik-Desa Mekargalih-Domus-Bale Santika-Arnes-Eijkman tidak sia-sia :")
Selanjutnya, masih ada evaluasi acara S.W.A.T hari ini, dilanjutkan dengan sesi "makan cantik" di Ozumo bersama Teh Dina Sof, Teh Dina San, Teh Muti, dan Sarshab --> Borma --> Geulis --> Jatinangor. Udah sih gitu aja~
Inti dari semua ini adalah, hari ini hari yang sangat melelahkan, di mana saya berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya dalam waktu yang relatif singkat, sendirian. Tapi, hari ini juga sangat membahagiakan. Entah kenapa, saya sangat menikmati bepergian sendirian. Tidak perlu menunggu orang lain, tidak perlu mentolelir orang lain, bisa dengan leluasa membuat keputusan, dan tidak perlu menunggu-nunggu orang. Dalam kasus ini, justru kehadiran saya yang ditunggu-tunggu hahaha. Saya senang memperhatikan orang-orang di sekitar. Saya bisa menjadi lebih aware ketika sendirian. Ditambah lagi dengan begitu banyak kemudahan dari Allah pada hari ini: sertifikat yang ternyata udah diprint sama Detik, tukang ojek baik (15 ribu), tukang ojek baik (5 ribu), Arnes yang berangkat tepat setelah saya membeli tiket, dan dr. Sopiyudin yang masih belum pulang saat saya datang. Dan yang penting, kalau saya sedang di Jakarta, saya tentu tidak bisa bepergian sendiri seperti ini karena pasti dilarang orang tua hahaha
Sesampainya di Eijkman, alhamdulillah sang dokter UI masih ada di lobby... Saya langsung lari masuk ke dalam dan menyerahkan sertifikat itu kepada Teh Dina. Teh Dina langsung keluar dan memberikan sertifikat itu, sedangkan saya seperti tugas awal: mendokumentasikan. Yeayyy alhamdulillah usaha saya bolak balik Domus-Detik-Desa Mekargalih-Domus-Bale Santika-Arnes-Eijkman tidak sia-sia :")
Selanjutnya, masih ada evaluasi acara S.W.A.T hari ini, dilanjutkan dengan sesi "makan cantik" di Ozumo bersama Teh Dina Sof, Teh Dina San, Teh Muti, dan Sarshab --> Borma --> Geulis --> Jatinangor. Udah sih gitu aja~
Inti dari semua ini adalah, hari ini hari yang sangat melelahkan, di mana saya berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya dalam waktu yang relatif singkat, sendirian. Tapi, hari ini juga sangat membahagiakan. Entah kenapa, saya sangat menikmati bepergian sendirian. Tidak perlu menunggu orang lain, tidak perlu mentolelir orang lain, bisa dengan leluasa membuat keputusan, dan tidak perlu menunggu-nunggu orang. Dalam kasus ini, justru kehadiran saya yang ditunggu-tunggu hahaha. Saya senang memperhatikan orang-orang di sekitar. Saya bisa menjadi lebih aware ketika sendirian. Ditambah lagi dengan begitu banyak kemudahan dari Allah pada hari ini: sertifikat yang ternyata udah diprint sama Detik, tukang ojek baik (15 ribu), tukang ojek baik (5 ribu), Arnes yang berangkat tepat setelah saya membeli tiket, dan dr. Sopiyudin yang masih belum pulang saat saya datang. Dan yang penting, kalau saya sedang di Jakarta, saya tentu tidak bisa bepergian sendiri seperti ini karena pasti dilarang orang tua hahaha
Comments
Post a Comment